Arkeolog, Kami bukan Penggali

IMG_0705.JPGArkeolog, siapa tak kenal profesi ini. Semua orang tentunya sudah tau profesi satu ini. Mempelajari kebudayaan manusia masa lalu lewat benda-benda yang ditinggalkan, itulah yang dilakukan. Namun taukah anda, masih banyak orang yang salah paham akan profesi ini. Kebanyakan orang masih beranggapan bahwa arkeolog hanya bekerja untuk menggali dan menemukan prasasti.

“kami tidak hanya menggali, tapi juga mencari dan mempelajari” itulah pernyataan Norma salah satu mahasiswa jurusan Arkeologi Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana, ketika dibahas perihal tersebut beberapa waktu lalu (25/5). Menurut Norma orang-orang salah jika menilai arkeolog sebagai penggali. Arkelog melakukan penggalian untuk penelitian dan menemukan tinggalan-tinggalan arkeologi, yang tentu saja bermanfaat untuk pengetahuan.

IMG_0971.JPG

“menggalipun ada aturannya, dalam penggalian situs kami memiliki beberapa sistem dan teknik yang digunakan. Dan semua hal tersebut butuh pembelajaran, tidak hanya langsung menggali saja” jelas mahasiswi berusia 20 tahun tersebut. Apa yang dapat manusia pelajari sekarang ini semua berawal dari penemuan, dan arkeolog termasuk dalam salah satu penemunya. Tidak baik rasanya jika menilai profesi hanya sebatas apa yang dilihat, tanpa tau apa sebenarnya.

Perlu semua ketahui bahwa tanpa arkeolog manusia mungkin tak akan mengenal masa lalu, tak akan tau sejarah, dan tak akan tau perubahan. Setiap yang ada sekarang semua berawal dari masa lalu. Tak ada sekarang tanpa sebelum. (Chikma)

 

Minim Fasilitas, Belajar Penuh Semangat

Aksi nyata untuk memajukan dunia pendidikan di Indonesia banyak dilakukan oleh berbagai kalangan, termasuk mahasiswa. Di Bali, mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Swayanaka Bali mengajar anak-anak di rumah binaan yang lokasinya terletak di Jalan Nusakambangan-Denpasar.

Menurut informasi yang diperoleh, Swayanakers sebutan bagi mereka yang tergabung dalam organisasi non profit tersebut melakukan kegiatan mengajar setiap Minggu sore mulai pukul 16.00-17.00 Wita. Kegiatan mengajar tersebut diikuti sekitar tiga puluh siswa Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar.

20160522_170223

Sore itu anak-anak diajarkan bahasa Inggris, mereka dengan ceria belajar bersama empat mahasiswa yang datang ketika itu(22/5). Menurut Novi salah satu Swayanakers “materi yang kami ajarkan tidak hanya mata pelajaran yang ada di sekolah saja, kami juga mengajarkan soft skill  seperti membiasakan menabung sejak dini, kami membuatkan anak-anak celengan sederhana yang bisa mereka gunakan untuk menyimpan uang ”

20160410_163819

Mereka sangat antusias mengikuti kegiatan belajar meskipun dengan keadaan seadanya. Mushola berukuran tidak lebih dari 3 x 5 meter menjadi ruang kelas yang dipenuhi semangat belajar anak-anak tersebut. Tidak ada kursi selayaknya orang belajar di ruangan, mereka duduk lesehan dengan meja berbagai bentuk dan ukuran.

20160410_163535

Semangat anak-anak ditunjukan juga dengan datang lebih awal guna mempersiapkan kelas, menyusun meja dan merapikan kembali setelah kegiatan belajar dilaksanakan. “Mereka mau melakukan hal tersebut tanpa diminta menjadi semangat tambahan bagi kami pendamping kelas” pungkas Novi. (A.F)

BERAWAL DARI KECINTAAN TERHADAP KEINDAHAN ALAM MENJADI SEBUAH USAHA YANG MENGUNTUNGKAN

           Denpasar,  19 Mei 2016, Berawal dari kecintaannya pada memandangan alam yang indah akirnya sebuah keluarga yang berasal dari kota Jayapura  ini membeli sebuah lahan yang terletak di pasir 2 jayapura, lahan ini hendak didirikan rumah untuk keluarga mereka. Lahan tersebut terletak didataran tinggi dengan pemandangan yang indah dihiasi kabut saat hujan dan hamparan laut bagai permadani menjadi latar sebuah pemandangan,dan rimbunan pohon hijau yang menjadi sebuah tempat perlindungan burung berdiri dengan gagahnya. Warga sekitar biasa menyebut tempat ini dengan “Taman Petes “ karena pada lahan ini banyak ditumbuhi pohon petes namun karena pemandangannya dihiasi oleh lautan pasifik keluarga ini memberikan nama view pasific garden.

           Tak lama kemudian rumah yang mereka bangun pun berhasil didirikan. Tempat itu sangat indah namun terkadang berubah menjadi sunyi setiap malamnya, dan akhirnya keluarga ini berusaha menidirikan sebuah usaha toko yang menjual sembakau usahanya lumayan sukses namun seiring berjalanya waktu toko semakin sepi, akhirnya mereka memutuskan untuk menghiasi taman kecil itu dengan berbagai tempat duduk dari potongan-potongan kayu yang di cat rapi, bahkan membuat tempat duduk dari potongan-potongan papan yang dilapisi dengan taplak yang memiliki motif yang berbeda dan mereka membuka kafe tempat dimana orang bisa membeli kelapa muda dengan menikmati pemandangan yang indah, namun tak lama kemudian usaha yang mereka dirikan sempat terhenti karena kekurangan tenaga kerja dan sepi peminat.

             Namun suatu ketika mereka mencoba lagi untuk mendirikan usaha mereka dengan menambahkan lebih banyak menu dari kelapa muda, makanan khas indonesia dengan harga yang terjangkau dan lebih merapikan taman yang mereka miliki serta  memanfaatkan berbagai macam sosial media seperti facebook dan instagram untuk memasarkan usaha mereka dengan memasukan foto yang indah dari tempat itu akirnya usaha yang mereka dirikan berjalan dengan sukses bahkan kekurangan pekerja yang dulu mereka alami sekarang terpenuhi. Sekarang view pasific garden  menarik minat banyak pemuda dan pemudi, keluarga-keluarga, dan wisatawan asing untuk mengunjungi tempat yang memiliki pemandangan indah yang dapat memanjakan mata para pengunjung.(J.A)

Benarkah Bahasa Indonesia Dikacaukan oleh Bahasa Alay?

“Ragam bahasa lain yang salah satunya bahasa alay bukannya merusak atau mengacaukan bahasa Inodesia tetapi ragam bahasa lain justru memperkaya keberadaan bahasa Indonesia, hanya saja yang tetap harus diperhatikan adalah pada ranah mana bahasa Indonesia digunakan dalam berkomunikasi.”

Pernyataan tersebut diungkapkan oleh  salah satu dosen Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana Dr. Drs. I Ketut Sudewa, M.Hum. pada diskusi ilmiah yang melibatkan mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia Universitas Udayana dan mahasiswa Jurusan Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya. Beliau yang sekaligus menjabat sebagai Ketua Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya meluruskan pandangan pemakalah terhadap kesalahan yang ditemukan pada bahasa alay, yang saat itu dibawakan oleh mahasiswa Sastra Indonesia Unud dengan judul “Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Media Jejaring Sosial dan Media Televisi”.

Pada diskusi ilmiah yang bertempat di Kampus Lidah Wetan Universitas Negeri Surabaya, Sudewa menegaskan bahwa ragam bahasa lain memiliki peran dalam memperkaya kosakata bahasa Indonesia. Begitu pula halnya dengan bahasa daerah dan bahasa alay ikut andil dalam perkembangan bahasa Indonesia. Namun, keberadaan bahasa tersebut harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi dari orang yang berkomunikasi. Apabila terjadi banyak penyimpangan atau kesalahan penggunaan bahasa Indonesia yang terdapat pada bahasa alay,  kesalahan tersebut bukan terletak pada bahasanya, tetapi pada orang yang menggunakan bahasa tersebut. Dalam kondisi seperti itu,  pengguna bahasa dapat dikatakan belum mampu menerapkan dan mengaplikasikan bahasa sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik pada ranahnya dan benar pada kaidahnya.

Sudewa juga menambahkan, kesalahan penggunaan bahasa Indonesia di kalangan remaja yang dikenal dengan istilah bahasa alay banyak terdapat di media sosial. Penggunaan bahasa tersebut seharusnya bisa dikondisikan. “Apabila berada pada posisi yang tidak formal, ya gunakan bahasa tidak formal, akan tetapi apabila berada pada posisi formal ya harus menggunakan bahasa formal,” ungkapnya. Beliau berpendapat kesalahan yang terdapat pada bahasa alay tidaklah semata-mata dipandang sebagai pengacau yang nantinya akan merusak keberadaan bahasa Indonesia. Pada kesempatan itu pula beliau menyarankan kepada generasi muda khususnya kepada mahasiswa yang hadir pada diskusi ilmiah tersebut agar mampu menggunakan bahasa sesuai dengan situasi dan kondisi yang berlaku pada saat komunikasi berlangsung. “Tidak ada yang salah dengan keberagaman bahasa, tetapi kaidah, situasi, dan kondisi harus tetap dieperhatikan,” tegasnya sebelum acara diskusi ilmiah berakhir.(I.C)

IMG_0692

 

 

 

 

Tim Redaksi

Pemimpin Redaksi : Chikmatul Fauziah

Redaktur Pelaksana : Annisa Fauziah A.R.

Penyunting : Intan Cahyani I Gusti Ayu

Tim Redaksi : Julio A. Prawar, Ida Bagus Gde Vidrawan

 

Kode Jurnalis/Penulis

Chikmatul Fauziah (Chikma)

Annisa Fauziah A. R. (A.F)

Intan Cahyani I Gusti Ayu (I.C)

Julio A. Prawar (J.A)

Ida Bagus Gde Vidrawan (G.V)

 

Apa saja sih kegiatan Sastra Indonesia Udayana?

Program Studi Sastra Indonesia merupakan salah satu jurusan yang berlindung di bawah naungan Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana. Sastra Indonesia sering disingkat dengan sebutan Sasindo. Jurusan sasindo mempunyai wadah untuk mengembangkan bakat dan minat mahasiswa yang disebut teater cakrawala. Teater ini sudah berdiri beberapa tahun yang lalu. Selain itu, dalam satu tahun sasindo mempunyai beberapa kegiatan jurusan di antaranya:

1. Pekan Sastra. Pekan Sastra  merupakan ajang perlombaan untuk menampilkan kreativitas setiap anak bangsa dalam bidang sastra. Kegiatan ini diadakan untuk memperingati hari Chairil Anwar. Dalam acara ini terdapat lomba baca puisi, monolog, dan dramatisasi puisi.

2. POSSI. Pengenalan Objek Studi Sastra Indonesia yang biasanya diadakan di bulan Oktober. Acara ini merupakan acara inisiasi bagi mahasiswa baru sastra Indonesia

3. Bulan bahasa. Kegiatan ini untuk memperingati  hari Sumpah Pemuda yang menyelenggarakan acara lomba pidato, karya ilmiah, dan lain-lain yang berhubungan dengan bahasa Indonesia.

4. Bazzar. Kegiatan ini diadakan di bulan Desember yang bertujuan mencari dana. Dana tersebut digunakan

Untuk acara himpunan sastra Indonesia. Sasindo juga mempunyai kegiatan Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMP) yaitu:

1.Setiap bulan ganti mading

2.Setiap tiga bulan sekali meluncurkan majalah

3.Pengabdian Masyarakat, dll.(Vidrawan)hmsnd