Benarkah Bahasa Indonesia Dikacaukan oleh Bahasa Alay?

“Ragam bahasa lain yang salah satunya bahasa alay bukannya merusak atau mengacaukan bahasa Inodesia tetapi ragam bahasa lain justru memperkaya keberadaan bahasa Indonesia, hanya saja yang tetap harus diperhatikan adalah pada ranah mana bahasa Indonesia digunakan dalam berkomunikasi.”

Pernyataan tersebut diungkapkan oleh  salah satu dosen Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana Dr. Drs. I Ketut Sudewa, M.Hum. pada diskusi ilmiah yang melibatkan mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia Universitas Udayana dan mahasiswa Jurusan Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya. Beliau yang sekaligus menjabat sebagai Ketua Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya meluruskan pandangan pemakalah terhadap kesalahan yang ditemukan pada bahasa alay, yang saat itu dibawakan oleh mahasiswa Sastra Indonesia Unud dengan judul “Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Media Jejaring Sosial dan Media Televisi”.

Pada diskusi ilmiah yang bertempat di Kampus Lidah Wetan Universitas Negeri Surabaya, Sudewa menegaskan bahwa ragam bahasa lain memiliki peran dalam memperkaya kosakata bahasa Indonesia. Begitu pula halnya dengan bahasa daerah dan bahasa alay ikut andil dalam perkembangan bahasa Indonesia. Namun, keberadaan bahasa tersebut harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi dari orang yang berkomunikasi. Apabila terjadi banyak penyimpangan atau kesalahan penggunaan bahasa Indonesia yang terdapat pada bahasa alay,  kesalahan tersebut bukan terletak pada bahasanya, tetapi pada orang yang menggunakan bahasa tersebut. Dalam kondisi seperti itu,  pengguna bahasa dapat dikatakan belum mampu menerapkan dan mengaplikasikan bahasa sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik pada ranahnya dan benar pada kaidahnya.

Sudewa juga menambahkan, kesalahan penggunaan bahasa Indonesia di kalangan remaja yang dikenal dengan istilah bahasa alay banyak terdapat di media sosial. Penggunaan bahasa tersebut seharusnya bisa dikondisikan. “Apabila berada pada posisi yang tidak formal, ya gunakan bahasa tidak formal, akan tetapi apabila berada pada posisi formal ya harus menggunakan bahasa formal,” ungkapnya. Beliau berpendapat kesalahan yang terdapat pada bahasa alay tidaklah semata-mata dipandang sebagai pengacau yang nantinya akan merusak keberadaan bahasa Indonesia. Pada kesempatan itu pula beliau menyarankan kepada generasi muda khususnya kepada mahasiswa yang hadir pada diskusi ilmiah tersebut agar mampu menggunakan bahasa sesuai dengan situasi dan kondisi yang berlaku pada saat komunikasi berlangsung. “Tidak ada yang salah dengan keberagaman bahasa, tetapi kaidah, situasi, dan kondisi harus tetap dieperhatikan,” tegasnya sebelum acara diskusi ilmiah berakhir.(I.C)

IMG_0692